Musim Liga Champions 2024/2025 menghadirkan gebrakan besar dengan format baru yang mengguncang persaingan di fase grup. Sistem liga tunggal menggantikan format tradisional, di mana setiap tim kini memainkan delapan pertandingan melawan lawan berbeda. Hasilnya? Kompetisi semakin ketat, dan bahkan tim-tim unggulan seperti Real Madrid mulai tergelir.
Madrid di Ambang Krisis Liga Champions
Sebagai raja Liga Champions dengan rekor 14 gelar, Real Madrid menghadapi situasi yang jarang terjadi: ancaman gagal melaju ke babak gugur. Kekalahan 0-2 dari Liverpool di Anfield menjadi pukulan telak bagi pasukan Carlo Ancelotti, yang kini hanya mampu meraih enam poin dari lima pertandingan.
Dengan posisi ke-24 di klasemen sementara, peluang Madrid untuk lolos langsung ke babak 16 besar sudah hampir tertutup. Mereka harus berjuang melalui babak play-off jika ingin terus bertahan di kompetisi ini. Namun, harapan itu bergantung pada performa mereka di tiga laga terakhir, di mana kemenangan adalah harga mati.
Format Baru Liga Champions: Tantangan Berat bagi Raksasa Eropa
Musim ini, UEFA memperkenalkan format baru yang jauh lebih kompetitif. Hanya delapan tim teratas di klasemen liga tunggal yang langsung lolos ke babak gugur, sementara tim peringkat 9-24 harus bersaing di babak play-off. Sistem ini meningkatkan tekanan, bahkan untuk klub-klub elite seperti Real Madrid.
“Kami harus memenangkan setiap pertandingan yang tersisa. Tidak ada pilihan lain,” ujar salah satu pemain senior Madrid, yang enggan disebutkan namanya.
Krisis di Lini Serang: Absennya Vinicius dan Rodrygo Terasa Berat
Salah satu penyebab utama keterpurukan Madrid musim ini adalah absennya dua pemain andalan, Vinicius Jr. dan Rodrygo, yang mengalami cedera. Tanpa kedua pemain Brasil ini, lini serang Madrid seperti kehilangan taringnya.
Kylian Mbappe, yang digadang-gadang menjadi mesin gol baru Los Blancos, justru tampil di bawah ekspektasi. Dalam pertandingan melawan AC Milan (1-3), Lille (0-1), dan Liverpool, pemain Prancis ini gagal memberikan dampak besar.
Selain itu, pemain muda seperti Arda Guler belum mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkan para seniornya. Lini tengah yang biasanya menjadi kekuatan Madrid juga kesulitan menciptakan peluang emas. Luka Modric dan Eduardo Camavinga terlihat kewalahan menghadapi tekanan dari lawan-lawan berat.
Carlo Ancelotti dalam Sorotan Tajam
Serangkaian hasil buruk ini memicu kritik tajam terhadap Carlo Ancelotti. Pelatih veteran asal Italia itu dianggap gagal memaksimalkan potensi skuad bertabur bintang yang dimilikinya.
“Ancelotti adalah pelatih hebat, tetapi dia harus menemukan solusi cepat. Real Madrid tidak punya waktu untuk menunggu,” ujar salah satu analis sepak bola Spanyol.
Dengan tiga pertandingan tersisa, Ancelotti harus membuktikan dirinya mampu mengembalikan Madrid ke jalur kemenangan. Kegagalan di Liga Champions bisa menjadi titik balik dalam kariernya sebagai pelatih.
Tiga Laga Penentuan Madrid: Hidup dan Mati di Liga Champions
Real Madrid kini berada dalam situasi “hidup atau mati.” Jika ingin lolos ke babak gugur, mereka harus menyapu bersih tiga pertandingan tersisa. Tugas ini tidak hanya membutuhkan strategi brilian dari Ancelotti, tetapi juga performa maksimal dari setiap pemain di lapangan.
Format baru Liga Champions tidak memberikan ruang untuk kesalahan. Dengan persaingan yang semakin ketat, hanya tim yang benar-benar konsisten yang bisa bertahan. Apakah Real Madrid mampu membalikkan keadaan dan membuktikan bahwa mereka masih menjadi raja Eropa? Ataukah musim ini akan menjadi catatan kelam dalam sejarah klub?