Manchester – Akhirnya, kisah penuh ketegangan antara Jose Mourinho dan Manchester United mencapai titik akhir. Pada 18 Desember, dua hari setelah kekalahan menyakitkan 3-1 dari rival abadi Liverpool, manajer asal Portugal itu resmi dipecat oleh manajemen klub.
Mourinho datang ke Old Trafford pada Mei 2016 menggantikan Louis van Gaal, membawa harapan besar untuk mengembalikan kejayaan klub setelah era Sir Alex Ferguson. Di awal masa kepemimpinannya, ia sempat menyuntikkan optimisme baru dengan membawa pulang trofi Piala Liga dan Liga Europa dalam musim pertamanya. Namun, seiring waktu, sinyal-sinyal perpecahan mulai terlihat jelas.
Penurunan Performa dan Gaya Bermain yang Dikritik
Setelah dua setengah tahun memimpin, United justru terpuruk di papan tengah klasemen. Hingga pekan ke-17 Liga Primer, mereka hanya mengoleksi 26 poin — catatan terburuk klub sejak musim 1990/91. Lebih buruk lagi, mereka terpaut 19 poin dari pemuncak klasemen, Liverpool, dan tertinggal 11 poin dari posisi empat besar.
Gaya permainan defensif ala Mourinho dianggap terlalu negatif dan bertolak belakang dengan filosofi sepak bola menyerang khas Manchester United. Kritik demi kritik mengalir deras, baik dari pundit, suporter, hingga mantan pemain klub.
Pogba dan Konflik Internal yang Membara
Salah satu sorotan utama dalam masa jabatan Mourinho adalah perseteruannya dengan Paul Pogba. Gelandang asal Prancis itu diboyong dengan rekor dunia senilai £89 juta dari Juventus, namun performanya di bawah asuhan Mourinho justru jauh dari ekspektasi.
Ketegangan keduanya mencuat ke publik. Mulai dari pencabutan jabatan wakil kapten, komentar pedas dari Pogba soal taktik tim, hingga momen dingin di tempat latihan yang terekam kamera — semua menjadi bukti hubungan yang memburuk di balik layar.
Momen paling mencolok terjadi saat Pogba tidak diturunkan sama sekali dalam laga krusial melawan Liverpool. Padahal, pemain ini baru saja membawa Prancis juara dunia beberapa bulan sebelumnya.
Drama demi Drama: Tahun Ketiga Mourinho yang Klasik
Dalam karier kepelatihannya, Mourinho sering kali mengalami "kutukan musim ketiga", dan Manchester United menjadi korban berikutnya. Sepanjang tahun 2018, hampir tak ada bulan tanpa konflik. Mulai dari cekcok dengan Ed Woodward soal transfer pemain, bentrokan dengan media, hingga konfrontasi emosional dengan staf lawan di pinggir lapangan.
Berikut adalah sebagian kecil drama yang mewarnai musim terakhirnya:
-
Juli 2018: Kritik tur pramusim – "Kalau saya fans, saya tidak akan datang"
-
September 2018: Konflik tiga babak dengan Pogba
-
Oktober 2018: Adu mulut dengan staf Chelsea, Marco Ianni
-
Desember 2018: Kekalahan telak dari Liverpool, dan ucapan pedas: "Mereka jauh lebih baik dari kami"
Akhir Sebuah Era Singkat
Dalam pernyataan resmi klub, Manchester United menyebutkan bahwa seorang manajer interim akan ditunjuk hingga akhir musim, sambil mencari pengganti permanen melalui proses rekrutmen yang seksama. Klub juga mengucapkan terima kasih kepada Mourinho atas kontribusinya.
Walau hasilnya jauh dari kata memuaskan, Mourinho tetap meninggalkan jejak — dua trofi dan kenangan penuh warna, baik dalam maupun luar lapangan. Namun, sejarah juga mencatat bahwa ini adalah kedua kalinya Mourinho dipecat pada bulan Desember, setelah kejadian serupa di Chelsea pada 2015.
Kini, Manchester United membuka lembaran baru, dan Mourinho kembali menghadapi pertanyaan yang tak asing: ke mana langkah berikutnya?
Jika kamu ingin versi ini disesuaikan untuk media tertentu (misalnya, gaya bahasa lebih santai atau lebih formal), atau ingin dijadikan skrip video, artikel opini, atau konten media sosial, tinggal bilang saja.